Comments (0)
Terlalu banyak bermain atau menonton televisi membuat anak kekurangan jam tidurnya. Kurang tidur dapat menyebabkan emosi dan pikiran anak menjadi tidak stabil dan rentan mengalami stres.
Menandai anak yang bahagia sesungguhnya sangat mudah, beberapa ciri diantaranya adalah tidak mudah rewel atau menangis, mudah beradaptasi dengan lingkungan baru termasuk mengikuti aturan dan berkenalan dengan orang baru, ceria, sehat, senang tersenyum, memiliki pola makan yang teratur dan tidur dengan nyenyak.
Sebaliknya anak yang tidak bahagia akan menunjukkan perilaku dan gejalanya seperti munculnya reaksi psikosomatik, termasuk problem pencernaan, sakit kepala, kelelahan, gangguan tidur, dan masalah sewaktu buang air. Tanda lainnya seperti sering menangis, senang menyendiri, rewel, tidak mau berangkat ke sekolah atau suatu tempat, membuat kenakalan di sekolah atau di lingkungan tempat bermainnya, penurunan nilai sekolah.
Biasanya anak-anak yang bahagia berasal dari orang yang bahagia pula dan lingkungan yang terbebas dari berbagai tekanan yang sifatnya negative. Umumnya jika anak dididik dalam lingkungan yang hangat dan penuh kasih sayang maka anak menjadi anak yang bahagia, sebaliknya jika anak berada dalam lingkungan yang penuh dengan tekanan maka anak menjadi labil dan mudah mengalami stress. Stres secara umum dapat diartikan sebagai bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Stress dapat membuat anak menjadi tidak produktif atau kurang bersemangat sehingga lebih rentan mengalami masalah psikologis. Hal itu dikuatkan dengan hasil riset Robert M. Sapolsky, seorang professor dari Universitas Stanforfd menyatakan bahwa stress pada anak dapat menyebabkan syaraf-syaraf otak terhambat perkembangannya.
Stres pada anak dapat terjadi pada berbagai usia, bahkan sebenarnya sejak anak berada dalam kandungan ia sudah dapat mengalami rasa tidak nyaman. Bila ibu yang mengandung mengalami stres, janin yang ada dalam kandungan juga akan merasakannya. Detak jantung janin menjadi tidak teratur, sehingga persediaan oksigen dan sari makanan berkurang sehingga berpengaruh pada kesehatannya. Seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman anak maka pemicu stres menjadi lebih beragam sumbernya.
Dari beberapa penelitian yang ditemukan beberapa sumber stress (stressor) yang paling sering muncul yaitu sekolah, orangtua, hubungan pertemanan, dan relasi dengan saudara kandung. Walaupun demikian, masih banyak sumber stress lain yang dapat menghambat perkembangan mental seorang anak. Faktor sekolah, seringkali dianggap sebagai sumber stress bagi anak karena disekolah banyak sekali aturan dan tuntutan belajar yang harus diikuti oleh anak. Bagi anak yang tidak mampu mengatasi tekanan, maka akan semakin mudah baginya merasa tidak nyaman dan tegang. Hal itu juga berkorelasi dengan pola asuh yang diterapkan oleh orangtua. Orangtua yang terlalu banyak menuntut tetapi tidak memberikan support, akan menyebabkan anak menjadi tertekan dan tidak bahagia.
Kurangnya kandungan gizi pada makanan dapat menyebabkan pertumbuhan anak tidak optimal dan suplai gizi yang diperlukan tubuh tidak tercukupi sehingga dapat menimbulan stres.
[/vc_column_text]
Terlalu banyak bermain atau menonton televisi membuat anak kekurangan jam tidurnya. Kurang tidur dapat menyebabkan emosi dan pikiran anak menjadi tidak stabil dan rentan mengalami stres.
Orangtua yang cenderug memaksa anak agar memenuhi tuntutan orang tua bahkan menganiaya anaknya akan membuat anak menjadi tertekan dan merasa tidak nyaman secara mental. Stres dapat terjadi pada anak apabila dia merasa tidak dapat memenuhi tuntutan orang tuanya ataupun karena dia harus mengalami konsekuensi buruk akibat kesalahan keputusan yang diambilnya.
Perbedaan seorang anak, mungkin karena fisik atau sifatnya dapat memancing ejekan dari teman-temannya. Ini pula yang dapat menyebabkan seorang anak merasa stres karena merasa tidak dapat diterima oleh teman-temannya.
Anak-anak yang seringkali merasa tidak bahagia dimasa kecilnya cenderung akan mengalami masalah psikologis seperti prestasi belajar yang menurun, agresivitas, berbohong, mencuri, regresi (terjadinya penurunan perilaku secara mental misalnya mengompol kembali atau baby talking) bahkan ada pula yang melakukan tindakan kurang normative lainnya. Umunya jika ia berada pada usia remaja. Selain itu anak yang tidak bahagia ketika kanak-kanak cenderung akan menjadi individu dewasa yang memiliki masalah emosi dan perilaku seperti pemberontak, suka melawan, egois, kurang mampu berempati dan bahkan lebih mudah mengalami Depresi. Depresi itu sendiri merupakan manifestasi dari ketidak mampuan untuk mengatasi berbagai tekanan.
Bila orangtua mengamati anak terlihat kurang bahagia atau menunjukkan adanya indikasi stress, beberapa hal dibawah ini dapat dilakukan orangtua untuk membantu anaknya adalah:
Bila selama ini orangtua cenderung otoriter atau sebaliknya serba memanjakan, sebaiknya rubah strategi pengasuhan. Orangtua boleh memberikan kebebasan, namun tetap dalam pengawasan. Berikan aturan yang jelas, mengapa aturan tersebut diberikan dan konsekuensi apabila peraturan dilanggar. Namun, jangan lupa untuk memberikan pujian jika anak Anda bersikap positif.
Orang tua menginginkan anaknya mencapai yang terbaik dalam hal apapun, tetapi jangan tetapkan target yang tidak dapat dicapai oleh anak. Target haruslah sesuai dengan kemampuan dan usia anak. Apalagi anak gagal mencapai tuntutan lingkungan, jangan menghukum atau mengejeknya, tetapi bantulah anak agar dapat menjadi lebih baik di kemudian hari. Jika tuntutan lingkungan tinggi, maka support dari orangtua juga harus tinggi sehingga anak merasa diberikan perhatian dan arahan.
Kedekatan orang tua dengan anak akan membantu seorang anak terbuka terhadap orang tua dan leluasa menjadikan orang tua sebagai tempat curhat. Anak dapat menceritakan kejadian yang tidak menyenangkan yang dialaminya saat di sekolah atau di luar rumah.. Dengan mengungkapkan isi pikirannya, akan membantu anak untuk mengurangi perasaan cemasnya.
Seorang anak pada saatnya harus menjadi mandiri, karena tidak mungkin orang tua terus menerus mengawasinya. Maka, bantu anak dengan melatihnya untuk membuat keputusan yang diperlukan. Hal ini dapat membantu anak jika suatu saat ia harus membuat keputusan tanpa bantuan orang tua. Anak yang mandiri juga akan lebih dpaat menyelesaikan masalahnya dan menangani saat dia merasa tidak nyaman sehingga mencegah anak mengalami stres.
Karena asupan gizi dapat mempengaruhi stres anak, maka sajikan makanan yang bergizi untuk orangtua, jangan membiasakannya dengan makanan cepat saji, soft drink, atau jajanan lain yang tidak bergizi. Juga biasakan anak agar makan dengan teratur dan tepat waktu. Sedangkan untuk membantu anak cukup tidur, bantu anak agar memiliki jadwal yang baik.
Sejak anak berusia dini ajari manajemen stress yang baik, seperti mendengarkan musik, menarik nafas panjang dan dalam, memeluk bantal, relaksasi, bermain, melakukan aktivitas fisik, memijat bagian tubuh.
Comments (0)
LEAVE A REPLY
Your email address will not be published. Required fields are marked *